Batman Begins - Diagonal Resize 2
  • Blog Johanes
  • Banner
  • Banner
  • Banner
@rizki_nur
Yeay,pasti kalian kenal gw kan?? masih gak kenal juga?? silahkan cari di goole XD,yg mau add saya silahkanFacebook follow twitter saya Twitterpasti gw follow back kok XD
Punden berundak atau teras berundak adalah struktur tata ruang bangunan yang berupa teras atau trap berganda yang mengarah pada satu titik dengan tiap teras semakin tinggi posisinya. Struktur ini kerap ditemukan pada situs kepurbakalaan di Nusantara, sehingga dianggap sebagai salah satu ciri kebudayaan asli Nusantara.
Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari periode kebudayaan Megalit-Neolitikum pra-Hindu-Buddha masyarakat Austronesia, meskipun ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari periode selanjutnya, bahkan sampai periode Islam masuk di Nusantara. Persebarannya tercatat di kawasan Nusantara sampai Polinesia[1], meskipun di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, dalam struktur yang dikenal sebagai marae oleh orang Maori. Masuknya agama-agama dari luar sempat melunturkan praktik pembuatan punden berundak pada beberapa tempat di Nusantara, tetapi terdapat petunjuk adanya adopsi unsur asli ini pada bangunan-bangunan dari periode sejarah berikutnya, seperti terlihat pada Candi Borobudur[2], Candi Ceto, dan Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri.
Kata "punden" (atau pundian) berasal dari bahasa Jawa. Kata pepunden yang berarti "objek-objek pemujaan" mirip pengertiannya dengan konsep kabuyutan pada masyarakat Sunda. Dalam punden berundak, konsep dasar yang dipegang adalah para leluhur atau pihak yang dipuja berada pada tempat-tempat tinggi (biasanya puncak gunung). Istilah punden berundak menegaskan fungsi pemujaan/penghormatan atas leluhur, tidak semata struktur dasar tata ruangnya.

 Cara bivalve, dilakukan dengan menggunakan cetakan batu yang terdiri atas dua buah bagian, kemudian diikat menjadi satu, lelehan logam dituangkan, dan tunggu hingga beku. Setelah beku, cetakan dapat dibuka. Alat ini dapat digunakan beberapa kali.

 Cara a cire perdue atau cara tuangan lilin, yaitu dengan membuat model benda dari lilin, kemudian dibungkus dengan tanah liat dan bagian atasnya diberi lubang, kemudian dibakar sehingga lapisan lilin meleleh dan keluar melalui lubang. Dari bagian lubang itu juga dituangkan lelehan logam hingga penuh. Setelah logam lelehan membeku, model dari tanah liat dipecahkan dan hasil cetakan dari logam tinggal dirapikan

Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang berarti batu. Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. Kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang,
Salah satu peninggalan benda pada masa megalitikum ialah di wilayah jawa tengah yang tepatnya adalah di daerah purbalingga, dimana purbalingga adalah adalah suatu kabupaten di jawa tengah, terletak kira-kira 100 km di sebelah barat kota yogyakarta. Daerah ini ternyata mempunyai potensi yang besar dalam bidang kepurbakalaan, terbukti banyaknya peninggalan prasejarah.
Sehingga kabupaten purbalingga adalah salah satu kabupaten yang memiliki benda peninggalan pada masa megalitikum yang tidak sedikit dan sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan tentang prasejarah. Dengan mengacu pada uraian diatas kelompok kami membuat judul makalah “Fungsi benda peninggalan megalitik di purbalingga’’


Bangunan-bangunan megalithikum itu tersebar luas didaerah asia tenggara. disini tradisi yang berhubungan dengan pendirian bangunan megakithikum ini sekarang sebagian sudah musnah dan ada yang masih berlangsung. (Poesponogoro.`1992:205)
Menurut peneliti arkeologi terbukti bahwa  pengertian kebudayaan megalitik tidak hanya dihubungkan dengan penggunaan batu besar, tetapi penggunaan batu kecil pun bahkan kayu dianggap peninggalan megalitik apabila fungsinya berkaitan dengan pemujaan arwah luhur dan upacara kesuburan.
Pada zaman Megalithikum (Zaman Batu Besar ) di Indonesia, manusia purba telah mengenal suatu kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau luar biasa diluar kekuatan manusia. Mereka percaya terhadap hal-hal yang menakutkan atau serba hebat. Selain itu mereka menyembah nenek moyangnya. Kadang kala kalau melihat pohon besar, tinggi dan rimbun, manusia merasa ngeri. Manusia purba ini kemudian berkesimpulan bahwa kengerian itu disebabkan pohon itu ada mahluk halus yang menghuninya. Begitupun terhadap batu besar serta binatang besar yang menakutkan.
Kekuatan alam yang besar seperti petir, topan, banjir dan gunung meletus dianggap menakutkan dan mengerikan sehingga mereka memujannya. Selain memuja benda-benda dan binatang yang menakutkan dan dianggap gaib, manusia purba juga menyembah arwah leluhurnya. Mereka percaya bahwa roh para nenek moyang mereka tinggal di tempat tertentu atau berada di ketinggian misalnya di atas puncak bukit atau puncak pohon yang tinggi. Untuk tempat turunnya roh nenek moyang inilah didirikan bangunan megalitik yang pada umumnya dibuat dari batu inti yang utuh, keudian diberi bentuk atau dipahat sesuai dengan keinginan atau inspirasi. Bangunan megalitik hampir semuanya berukuran besar

B.     Penggolongan Zaman Megalithikum

Zaman megalithikum dibagi menjadi dua gelombang yaitu :
Dalam garis besarnya dapat dikenal 2 kelompok seperti megalitik tua antara 2500 SM sampai 1500 SM dan megaltik muda dari milenium pertama Sebelum masehi (dikutip dari pusponegoro dan Notosusanto, 1993:206) lihat dibuku Sejarah kebudayaan indonesia, editor : Budiharto dkk. 2009. Rajawali Pres.
Baik teori-teori yang terdahulu maupun yang diajukan kemudian oleh Von Heine Geldren telah diterima oleh sebagian besar para ahli. Pada pembedahan antara megalithikum tua dan megalithikum muda, Von Heine Geldren memasukkan megalithikum tua kedalam Neolithikum. Tradisi ini didukung oleh para pemakai bahasa Austronesia yang menghasilkan alat-alat beliung persegi dan mulai pula membuat benda atau bangunan yang disusun dari batu besar,seperti dolmen,undak batu,limas (piramid) berundak dan pelinggis. Penelitian lebih lanjut yang bertolak dari gagasan kosmo-magis mengungkapkan unsure-unsur yang lebih asli lagi seperti antara lain tembok batu dan jalan batu.
Sementara Pengaruh terhadap perkembangan masyarakat di Indonesia Pada Zaman megalithikum sangatlah besar Konsepsi pemujaan nenek moyang melahirkan tata cara yang menjaga tingkah laku masyarakat di dunia fana supaya sesuai dengan tuntutan hidup di dunia akhirat disamping menambah kesejahteraan di dunia fana. Pada masa ini organisasi masyarakat sudah teratur. Pengetahuan tentang teknologi yang berguna dan nilai-nilai hidup terus berkembang,antara lain cara-cara pembiakan ternak,pemilihan benih-benih tanaman dan penemuan alat-alat baru yang lebih cocok untuk keperluan sehari-hari makin bertambah. Sikap hidup selalu berkisar pada persoalan-persoalan manusia, bumi, hewan dan tabu. Perkampungan merupakan pusat kehidupan setelah pola hidup mengembara di tinggalkan sama sekali.
Sementara itu Pendirian candi-candi di Indonesia merupakan refleksi kelanjutan tradisi megalithikum ini. Tentang gejala-gejala ini Von Heine Geldren telah memberikan pandangannya. Sebelum itu tak seorang pun mengemukakan pengertian-pengertian yang di tunjukkan pada tradisi megalithikum, selain dari yang berkisar dari corak dan sifat yang “oud-anheemschoer-indonesisch,ataupun “prehindoeistisch”Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa tradisi megalithikum ikut menentukan bentuk-susunan percandian di Indonesia. Tradisi megalithikum telah secara formal mencampurkan diri dalam seni bangunan maupun seni pahat Jawa-Hindu dan bahwa penggunaan bangunan berundak yang di hubungkan dengan pemujaan merupakan campuran pandangan masyarakat Indonesia asli dengan siwaisme (Poesponogoro dan Notosusanto.1992:206-211)
Terdapat Pula Menhir menhir sebagai lambang dari jasa-jasanya kemudian menjadi lambang dari dirinya. Kenangan dan penghargaan terhadap jasa-jasanya tadi beralih menjadi pemujaan terhadap dirinya, yang tetap masih dianggap sebagai pelindung masyarakat. Dengan upacar-upacara tertentu, rohnya dianggap turun kedalam menhir untuk langsung berhubungan dengan para pemujannya Kalau untuk rohnya di dirikan sebuah menhir, maka untuk raganya disediakan berbagai kuburan: keranda, kubur batu, pandhusa atau lainnya dan kecuali jasa yang di bawa ke akhirat, maka dalam kuburannya itu disertakan kepada mayatnya bermacam-macam benda, alat-alat dan perhiasan, sebagai bekal .Selain itu Roh itu tempatnya jauh disana, biasanya digambarkan di atas dunia ini, juga diatas gunung.
Guna menunjukkan letak yang ada di atas itu, tidak jarang sebuah menhir didirikan diatas sebuah bangunan berundak-undak, yang melambangkan tingkatan-tingkatan yang harus dilalui guna mencapai tempat yang tertinggi. Banyak pula kalanya bahwa menhir itu sudah tidak dinyatakan lagi, dan bahwa sebagai lambang dari alam pikiran yang demikian itu cukuplah didirikan punden berundak-undak saja, sedangkan sering pula terjadi bahwa roh nenek moyang itu dinyatakan dalam patung-patung. .(Soekmono.1973:76-78)


























Menhir Menhir ialah sebuah batu tegak yang sudah atau belum dikerjakan dan diletakkan dengan sengaja disuatu tempat untuk memperingati orang yang telah mati.Temuan menhir pada situs – situs megalitik di Purbalingga sejumlah 71 Orang, yang terbesar adalah 14 situs. Berdasarkan konteks temuan, menhir tersebut di kelompokan menjadi 3, yaitu menhir yang berada di situs penguburan sejumlah 53 buah, di situs pemujaan 13 buah, di pemukiman penduduk 5 buah. Menhir di situs penguburan ditemukan berjajar dengan posisi utara – selatan dan berfungsi sebagai nisan kubur. Di situs pemujaan berada di konteks dengan punden berundak, lumping batu, batu altar, dan batu dakon. Sedangkan di pemukiman penduduk tidak memiliki konteks dengan bangunan megalitik lainnya

 

  Dolmen
Dolmen adalah peninggalan megalitik yang bentuknya menyerupai meja batu yang terdiri dari bongkahan batu yang di tompangi empat buah batu yang salah satu ujungnya ditanam di bawah tanah. Di Purbalingga hanya di temukan satu buah .Fungsi dolmen berkait dengan upacara pemujaan sebagai tempat meletakan sesaji.
 














Sarkofagus adalah suatu tempat untuk menyimpan jenazah. Sarkofagus umumnya dibuat dari batu. Kata "sarkofaus" berasal dari bahasa Yunani σάρξ (sarx, "daging") dan φαγεῖνειν (phagein,"memakan"), dengan demikian sarkofagus bermakna "memakan daging".
Sarkofagus sering disimpan di atas tanah oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa makam sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan di ruang bawah tanah. Di Mesir kuno, sarkofagus merupakan lapisan perlindungan bagi mumi keluarga kerajaan dan kadang-kadang dipahat dengan alabaster
Sarkofagus - kadang-kadang dari logam atau batu kapur – juga digunakan oleh orang Romawi kuno sampai datangnya agama Kristen yang mengharuskan mayat untuk dikubur di dalam tanah.[1]
Di Indonesia, tradisi membuat sarkofagus dari batu dikenal dalam tradisi megalitik pernah atau masih hidup, seperti di Tapanuli, Sumba, Minahasa (dikenal sebagai waruga), serta di Jawa.































Berkas:Egypt.KV8.01.jpg


Followers

Pages

affiliates

Blogger Widgets

Pages

Pages - Menu

Pages - Menu

Popular Posts